Pengertian SIG beserta Penerapannya pada Bidang Pertanian
(Yohanes Lukas Dony Anggoro / 22025010196 / Agroteknologi kelas D025)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi seperti saat ini merupakan era dimana kecepatan dalam distribusi informasi berlangsung dengan sangat cepat. Internet yang merupakan media jaringan distribusi dari seluruh akses serba cepat tersebut telah memampukan masyarakat di seluruh dunia untuk saling terhubung dan berbagi informasi antar satu dengan yang lain dalam waktu yang sangat singkat. Informasi yang dibagikan antar satu orang ke orang lain tersebut dapat bermacam-macam jenisnya mulai dari file tulis, gambar, video, hingga yang kompleks seperti program aplikasi, game, dll. SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan salah satu contoh bentuk informasi yang biasa di akses oleh masyarakat zaman sekarang melalui internet. SIG ini telah berperan banyak dalam membantu manusia dalam navigasi, menentukan keputusan, dll.
SIG (Sistem Informasi Geografis) sendiri sebenarnya sudah sering digunakan oleh manusia. Contoh paling mudah bentuk interaksi antara manusia dengan SIG adalah ketika seseorang membuka google map untuk mencari alamat suatu daerah. Google map merupakan aplikasi penyedia SIG yang difungsikan untuk membantu usernya dalam mencari lokasi koordinat dari suatu daerah secara akurat berdasarkan referensi citra satelit dan referensi pemetaan lokal di lokasi tersebut. Selain sebagai alat bantu navigasi SIG ternyata juga memiliki beragam manfaat lain, salah satu nya yaitu sebagai pendukung kegiatan pertanian.
Terlepas dari banyaknya manfaat dan pengaplikasian SIG dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat kadang tidak mengetahui pengertian apa itu SIG. Artikel ini akan membahas tentang pengertian umum SIG, sejarah SIG, contoh penerapan SIG dalam bidang pertanian, hingga sampai ke pertanyaan apakah pertanian indonesia sudah memanfaatkan SIG dengan maksimal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari SIG secara umum?
2. Bagaimana Sejarah SIG tercipta?
3. Bagaimana SIG berkontribusi dalam mendukung sektor pertanian?
4. Sudahkah Indonesia memanfaatkan SIG pada sektor pertanian dengan maksimal?
C. Tujuan Artikel
1. Menjelaskan pengertian SIG secara umum.
2. Menjabarkan secara singkat sejarah perkembangan SIG di dunia.
3. Menjelaskan manfaat SIG dalam mendukung sektor pertanian.
4. Mengkaji seberapa baik SIG berkontribusi bagi kemajuan pertanian Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Umum SIG
SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah sistem informasi pemetaan berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan data yang berhubungan dengan lokasi-lokasi di permukaan bumi. SIG memuat informasi mengenai kondisi bumi dalam sudut pandang keruangan. Semua informasi itu diproses dengan menggunakan komputer yang kemudian dikombinasikan menjadi informasi yang diinginkan umumnya berupa peta. Rosdania dkk (2015) menjelaskan bahwa secara umum SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, dan pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan kondisi geografis bumi secara nyata. SIG tersusun dari tiga komponen pokok yaitu perangkat keras, perangkat lunak, dan manusia (user & brainware).
1. Perangkat Keras (Hardware) adalah benda fisik / komputer yang digunakan untuk menyimpan data-data & program-program maupun mendukung kinerja dari SIG. Perangkat keras ini dapat berupa CPU, monitor, printer, digitizer, scanner, plotter, CD rom, VDU, dan flash disk.
Gambar 1.1 Contoh Perangkat Keras (Sumber: https://www.samuelpasaribu.com)
2. Perangkat Lunak (Software) adalah data & program (sekumpulan perintah coding) yang berada serta tersimpan di dalam perangkat keras. Program-program tersebut umumnya digunakan pada aktifitas input data, proses data, dan output data. Contoh perangkat lunak yang biasa digunakan dalam SIG adalah QGIS, ArchView, dan ArcGis. Making dkk (2023) menjelaskan bahwa software QGIS merupakan aplikasi free open source dengan tampilan User Friendly yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan suatu wilayah dalam bentuk peta digital.
Gambar 1.2 Contoh Perangkat Lunak SIG yaitu QGIS (Sumber: https://id.m.wikipedia.org)
3. Manusia (User & Brainware) adalah para pengguna dan developer dari SIG. Manusia ini adalah para pelaksana yang bertanggung jawab dalam pengumpulan, proses, analisis, dan publikasi data geografis. Komponen Brainware lah yang mengelola data hasil lapangan untuk selanjutnya diproses atau didigitalisasi menjadi sebuah peta yang dapat digunakan untuk keperluan tertentu sesuai dengan fungsinya.
Gambar 1.3 Ilustrasi Brainware (Sumber: https://majapahit.id)
Sistem kerja SIG umumnya meliputi tahap masukan (input), pengolahan data, dan tahap keluaran data (output), berikut lebih detailnya:
1. Tahapan masukan (Input) adalah tahapan memasukkan data ke sistem SIG. Tahapan ini terdiri dari sumber data dan proses memasukkan data. Sumber data SIG dapat diperoleh dari:
- Data penginderaan jauh seperti citra foto maupun non foto dari satelit / pesawat
- Data teristris atau data lapangan seperti pH tanah, salinitas air, curah hujan, persebaran penduduk, dll
- Data peta yang sudah meliputi data spasial sungai, jalan, tata guna lahan, dll
Setelah semua data tersebut terkumpul, barulah data tersebut dimasukkan ke aplikasi SIG. Ada dua jenis data yang bisa di masukkan ke SIG. yaitu:
- Data Spasial adalah data / informasi yang memiliki referensi atau koordinat geografis.
- Data Atribut adalah data / informasi yang memberikan penjelasan mengenai setiap objek, fenomena, atau informasi yang ada di permukaan bumi. Data atribut ini dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif.
2. Tahap pengelolaan data adalah tahap dimana semua data input pada SIG tersebut di olah. Bentuk pengolahan data ini dapat dilakukan dengan cara manipulasi dan analisis data seperti membuat basis data baru, menghapus basis data lama, mengedit data, mengisi dan menyisipkan data kedalam tabel.
3. Tahap keluaran (output) adalah tahapan penyajian hasil olahan data tersebut. Penyajian data SIG dapat dilakukan dalam tiga bentuk yaitu cetak (hardcopy), softcopy, dan bentuk biner. Contoh hasil output dari SIG adalah peta interaktif. Saputro dkk (2024) menggunakan SIG ini untuk membuat peta Interaktif Pariwisata Kabupaten Pati.
Gambar 1.4 Contoh hasil akhir SIG (Sumber: https://akupintar.id)
Analisis data sistem informasi geografis adalah tahapan menggambarkan output SIG. Penggambaran data output SIG dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu:
1. Analisis Klasifikasi adalah proses mengelompokkan data keruangan (spasial) contohnya adalah klasifikasi pola tata guna lahan pertanian, perkebunan, hutan hijau, dll.
2. Analisis Overlay adalah proses untuk menganalisis dan mengintegrasikan (menumpuk) dua atau lebih data keruangan berbeda dalam bentuk layer (lapisan-lapisan). Layer-layer tersebut umumnya memuat informasi yang berbeda-beda terhadap suatu daerah kemudian di gabungkan dengan cara ditumpuk sehingga menghasilkan suatu peta dengan informasi lengkap terhadap daerah itu. Contoh ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 1.5.
Gambar 1.5 Contoh layer SIG (Sumber: https://akupintar.id)
3. Analisis Networking bertitik tolak pada jaringan yang terdiri dari garis-garis dan titik-titik yang saling terhubung. Analisis networking ini sering dipakai dalam memetakan sistem jaringan telepon, kabel listrik, pipa minyak, atau saluran gas.
4. Analisis Buffering ini menghasilkan penyangga berbentuk lingkaran atau poligon yang meliputi suatu objek sebagai pusatnya. Dengan menggunakan analisis buffering, ukuran dari parameter objek & luas wilayahnya.
5. Analisis Tiga Dimensi digunakan untuk memudahkan pemahaman karena data divisualisasikan dalam bentuk tiga dimensi. penerapan jenis ini umumnya digunakan untuk menganalisis daerah yang rawan bencana.
B. Sejarah SIG
Informasi Geografis sebenarnya sudah ada sejak 2300 tahun sebelum masehi. Informasi geografis tersebut ada dalam bentuk peta yang dibuat oleh Bangsa Babilonia. Peta tersebut dibuat pada tablet berbahan dasar tanah liat. keilmuan dalam membuat peta (ilmu kartografi) ini kemudian terus berkembang hingga akhirnya mencapai puncak kejayaannya di Yunani dan Roma berkat kerja keras Ptolemaeus atau yang lebih dikenal sebagai Ptolemy pada 85 sampai 165 sebelum masehi. Ptolemy bahkan mampu menghasilkan sebuah peta dunia yang digambarkan berdasarkan pembagian Garis Lintang atau Latitude sekitar 60 derajat lintang utara (N) sampai dengan 30 derajat lintang selatan (S). Dia juga menulis sebuah karya besar yang disebutnya "Geographike Hyphygesis".
Perkembangan Kartografi kemudian semakin mengalami kemajuan dengan banyaknya peta dunia yang dibuat oleh bangsa-bangsa yang berada di wilayah Arab dan Mediterania. Pada abad ke-16, alat cetak yang terbuat dari tembaga mulai bermunculan. alat cetak inilah yang menjadi patokan dasar pembuatan peta hingga teknis fotografis dikembangkan. Pada abad ke 16, terdapat seorang ahli pembuatan peta dunia yang bernama Gerardus Marcator yang berasal dari Flandes, Belgia. Gerardus Marcator mengembangkan proyeksi silindris untuk pembuatan peta global dan navigasi chart. Pada tahun 1569, peta dunia berdasarkan proyeksi silindris ini berhasil diterbitkan.
Pada abad 17 sampai saat ini, ilmu kartografi semakin berkembang. Pembuatan peta berdasarkan metode-metode ilmiah semakin mampu menggambarkan dunia secara lebih akurat dan tampak nyata. Pemetaan pada periode modern ini dilakukan dengan menggabungkan potret udara hasil dari penginderaan jauh dan pengecekan lapangan. Pada periode 1980an, sistem pembuatan peta kertas ini kemudian mulai secara berangsur-angsur digantikan dengan peta digital yang terangkum pada Sistem Informasi Geografis (SIG).
SIG pertama kali dibuat pada tahun 1963 oleh Roger Tomlinson. SIG ini dibuat di Kanada dan disebut sebagai CGIS (Canadian Geographic Information System). Karena alasan inilah akhirnya Roger Tomlinson mendapatkan gelar sebagai bapak SIG. Dari sini lah kemudian SIG modern makin mengalami penyempurnaan hingga akhirnya mampu memuat dan menampilkan seluruh data-data yang biasa kita lihat sehari-hari pada Google Maps.
C. Penerapan SIG terhadap Bidang Pertanian
Sistem Informasi Geografis yang mampu merangkum seluruh data keadaan di permukaan bumi sebenarnya mampu digunakan dalam membantu kegiatan pertanian. Hal tersebut dikarenakan SIG dapat memuat informasi penting bagi kegiatan pertanian seperti kondisi pH tanah, pola cuaca, ketinggian daerah dan lain sebagainya. Beberapa contoh penerapan SIG pada dunia pertanian yaitu:
1. Pengelolaan lahan terintegrasi, GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumberdaya pertanian dan perkebunan dalam skala luas yang bahkan bisa diintegrasikan dengan sistem otomatisasi pertanian. Contoh integrasi tersebut yaitu dengan memetakan pola cuaca di suatu kawasan pertanian, kemudian mengintegrasikan data pola cuaca tersebut ke sistem otomatisasi irigasi lahan sehingga mampu menyesuaikan jumlah air yang di berikan ke lahan berdasarkan pola cuaca di daerah terebut. Dengan demikian maka kinerja lahan pertanian dapat berjalan dengan lebih efisien.
2. Memantau dan mengelola data produksi tanaman, GIS dapat digunakan dalam menetapkan kapan masa panen, mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap penurunan kesuburan tanah yang terjadi akibat aktifitas pembibitan, penanaman, hingga pemanenan yang selama ini telah dilakukan di lahan tersebut. Dengan demikian maka setiap progres di lahan dapat di pantau secara menyeluruh dan dicatat sehingga memudahkan proses pengambilan keputusan untuk menentukan masa depan dan produktifitas dari lahan tersebut.
3. Memetakan sistem irigasi, fitur SIG dalam memuat data lokasi sumber mata air seperti halnya letak jalur sungai dapat digunakan oleh petani atau pengelola lahan dalam menentukan bentuk aliran irigasi bagi lahan pertanian mereka.
4. Penyusunan rencana pembukaan lahan pertanian baru, informasi pada SIG yang mencangkup seluruh data dari suatu lahan tentu dapat digunakan oleh para petani atau pengusaha lahan sebagai referensi dalam menentukan lokasi tempat mereka akan membuka lahan pertanian. Daerah dengan potensi kesuburan tinggi dan kondisi iklim yang sesuai pasti akan lebih diminati oleh para pembuka lahan tersebut daripada lahan yang kurang subur atau memiliki ketidaksesuaian kondisi iklim dengan tanaman yang rencananya akan dibudidayakan.
D. Apakah Pertanian Indonesia Sudah Memanfaatkan SIG dengan Maksimal?
Mengkaji lebih dalam tentang pemanfaatan SIG untuk mendukung kegiatan pertanian yang telah dilakukan di Indonesia, Penelitian yang dilakukan oleh Wahab dan Anri (2023) menjabarkan bahwa SIG dapat digunakan dalam memetakan lahan pertanian di daerah Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hasil SIG dari kinerja Wahab dan Anri dapat dilihat dibawah ini:
Gambar 1.6 Tampilan hasil akhir SIG yang memuat peta batas desa dan lahan pertanian kecamatan kembaran (Sumber: Wahab dan Anri (2023))
Hasil dari SIG yang dirancang oleh Wahab dan Anri tersebut mampu membantu memvisualkan posisi beserta luas lahan pertanian yang ada di daerah Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hasil visual tersebut dapat digunakan oleh masyarakat dalam mencari loksi setiap lahan pertanian yang ada di daerah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Mooy dan Bogarth (2023) juga menjabarkan salah satu bentuk pemanfaatan SIG bagi dunia pertanian di Indonesia. Peran SIG dalam mendukung kelangsungan pertanian di Indonesia yaitu dengan cara membantu mengevaluasi penilaian kesesuaian dan perencanaan penggunaan lahan, membantu pengelolaan sumber daya air, membantu pengelolaan kesehatan dan kesuburan tanah, membantu dalam penilaian dan intervensi kerusakan biotik dan abiotik, membantu pemantauan tanaman dan prediksi panen, serta membantu mengelola precicion Livestock Farming.
Gambar 1.7 Ilustrasi pemanfaatan SIG yang terhubung dengan Smart Farming dan Automatic Farming (Sumber: Mooy dan Bogarth (2023))
Berdasarkan dua referensi di atas dapat dilihat bahwa sebenarnya penerapan SIG dalam membantu kegiatan pertanian di Indonesia sudah cukup sering dilakukan. Akan tetapi sejauh ini, penerapan SIG tersebut umumnya hanyalah sebatas sebagai alat untuk menggambarkan kondisi lokasi lahan di suatu daerah. Contoh dari pemanfaatan seerti ini dilakukan pada penelitian Wahab dan Anri (2023) yang memfungsikan SIG sebagai alat untuk memetakan lahan pertanian di daerah Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sementara itu, Penelitian yang dilakukan oleh Mooy dan Bogarth (2023) mengungkap potensial penggunaan SIG secara maksimal jika diintegrasikan dengan Smart Farming serta Automatic Farming. Konsep - konsep integrasi yang dipaparkan oleh Mooy dan Bogarth (2023) tersebut masih jarang diterapkan pada kegiatan pertanian di Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan suatu sistem informasi pemetaan berbasis komputer yang mana mampu memvisualisasikan kondisi yang berhubungan dengan lokasi-lokasi di permukaan bumi dengan cara merangkum berbagai data-data tentang kondisi pada lokasi tersebut secara terpisah-pisah dalam suatu tumpukan layer. Tumpukan layer tersebut kemudian di satukan sehingga menghasilkan suatu kesatuan informasi utuh yang bisa di akses dan digunakan oleh user SIG.
2. Sejarah SIG telah dimulai sejak 2300 tahun sebelum masehi oleh bangsa Babilonia. Teknologi ini awalnya masih berupa Peta Informasi Geografis cetak biasa yang dibuat pada tablet tanah liat. Kemudian teknologi kartografi (pemetaan) ini terus berkembang hingga akhirnya pada tahun 1963 masehi, seorang bernama Roger Tomlinson berhasil mengintegrasikan Informasi Geografis tersebut pada suatu sistem yang akhirnya di sebut sebagai SIG.
3. Penerapan SIG dalam mendukung kegiatan pertanian dapat dilakukan dengan beragam cara, beberapa diantaranya yaitu membantu sistem pengelolaan lahan terintegrasi, membantu memantau dan mengelola data produksi tanaman, membantu memetakan sistem irigasi, membantu menentukan rencana pembukaan lahan baru, hingga bahkan membantu memaksimalkan kinerja sistem Smart Farming dan Automatic Farming.
4. Penerapan SIG dalam mendukung kegiatan pertanian di Indonesia sebenarnya sudah sering dilakukan, hanya saja masih dalam level yang terbatas. Mayoritas penerapan SIG dalam mendukung kegiatan pertanian di Indonesia adalah hanya sebagai alat untuk memetakan lokasi dan luas dari suatu lahan pertanian beserta saluran-saluran irigasinya. Berdasarkan Mooy dan Bogarth (2023), sebenarnya potensi dari pemanfaatan SIG dapat jauh lebih ditingkatkan lagi, terutama ketika SIG tersebut diintegrasikan dengan Smart Farming dan Automatic Farming.
DAFTAR PUSTAKA
Making, D. K., Yendris K. S., dan Pius W. (2023). Laporan Spasial DM Tipe 2 APP QGIS Tahun 2022 Di Kabupaten Ngada. Universitas Nusa Cendana. Jurnal Pengabdian Komunitas 2 (4): 6 - 9.
Mooy, H. dan Bogarth K. W. (2023). Peran Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Penerapan Pertanian Cerdas di Era Industri 4.0. Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta Magelang. Prosiding Seminar Nasional.
Rosdiana, Fahrul A., dan Awang G. K. (2015). Sistem Informasi Geografi Batas Wilayah Kampus Universitas Mulawarman Menggunakan Google Maps API. Universitas Mulawarman. Jurnal Informatika Mulawarman 10 (1): 38 - 46.
Saputro, M. F. A., Bambang A. H., dan Ahmad K. A. (2024). Sistem Informasi Geografis Peta Interaktif Pariwisata Kabupaten Pati Berbasis Sistem. Universitas PGRI Semarang. Jurnal Ilmiah Research Student 1 (3): 767 - 776.
Wahab, L. dan Anri Kurniawan. (2023). Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Lahan Pertanian di Kecamatan Kembaran, Banyumas, Jawa Tengah. Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto. Jurnal Agroindustri Terapan Indonesia (JATI) 1 (1): 1 - 10.
Link menuju Web UPNVJT: https://www.upnjatim.ac.id
Link menuju Web Faperta UPNVJT: http://faperta.upnjatim.ac.id
Link menuju Web Agroteknologi UPNVJT: https://agrotek.upnjatim.ac.id
Komentar
Posting Komentar